UNIMALNEWS | Bukit Indah – Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Malikussaleh mengelar Bincang Foto dan Film Dokumenter bersama para dosen dan mahasiswa Jurusan Ilmu Politik dan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Malikussaleh. Kegiatan itu dilaksanakan di Ruang Kuliah Umum (RKU) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Kampus Bukit Indah, Kota Lhokseumawe, Kamis (16/11/2023).
Harinawati MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi sekaligus penanggung jawab mengatakan bahwa Kegiatan tersebut merupakan rangkaian dari kegiatan Fiesta Expo yang dilakukan selama tiga hari mulai, Selasa – Kamis, 14 – 16 November 2023. Acara ini adalah output dari Mata Kuliah Fotografi sebagai Project Based Learning dan menjadi even tahunan yang dilaksanakan oleh Prodi Ilmu Komunikasi.
“Selain Pameran Foto di lapangan, kita juga melaksakan Bincang Foto dan Bincang Film Dokumenter karena kegiatan ini juga mencakup kompetisi foto terdiri dari foto jurnalistik dan artistik serta lomba film dokumenter mengusung tema 'Potret Negeri di Gerbang Fiesta Demokrasi,” ujarnya.
Mahasiswa yang mengikuti kegiatan Fiesta Expo juga antusias. Akbar Ramadhan sebagai ketua panitia menyatakan bahwa kegiatan ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa dalam rangka merealisasikan hasil praktik fotografi yang dipamerankan.
“Kami sebagai mahasiswa sangat bahagia karena mata kuliah ini bukan hanya mengajarkan teori namun juga hunting foto sebagai praktik, mengelola event kegiatan ini sebagai aktualisasi diri mahasiswa juga, dan kegiatan ini merupakan rangkaian Fiesta Expo dengan mengusung Tema Potret Negeri di Gerbang Fiesta Demokrasi,” jelasnya.
Terkait bincang foto dan film, panitia mengundang narasumber dari Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, Rahmad Yd dan J Hendrik Nourman dari komunitas Matasapi Film.
Untuk bincang foto dijelaskan oleh Rahmad Yd yang memaparkan pentingnya pengetahuan mahasiswa ketika mengambil gambar terutama dalam hal teknis penggunaan kamera dan lensa.
“Ada beberapa hal yang perlu diketahui seperti penggunaan alat yaitu kamera dan lensa serta alat pendukung lainnya. Mahasiswa juga perlu mengetahui view (bidang pandang), angle (sudut pandang), triangle exposure (segi tiga exposure) yang terdiri dari aperture atau seberapa banyak cahaya yang masuk melalui lensa (sangat penting terhadap efek depth of field/bokeh), shutter speed atau kecepatan waktu aperture terbuka dalam menerima cahaya yang masuk serta ISO sebagai tingkat sensitivitas sensor kamera,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan bahwa seorang fotografer harus menguasai berbagai teknik dan komposisi suatu gambar untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. “Sementara foto artistik tidak keluar secara kebetulan, dibutuhkan penguasaan tertentu teknik fotografi, kemampuan untuk mengamati, kemampuan melakukan sesuatu yang istimewa. Foto artistik adalah ketika seorang fotografer mampu menciptakan karyanya dalam menyamakan perasaan atau sensasi,” tambahnya.
Sementara J. Hendrik Nourman menjelaskan film dokumenter yang membahas terkait fungsi, manfaat dan teknik dalam menciptakan film dokumenter. Menurutnya, film dokumenter merupakan upaya menceritakan kembali sebuah realitas menggunakan fakta dan data dan hal tersebut dapat dilakukan dari apa saja, baik laporan perjalanan, sejarah, biografi, nostalgia, rekonstruksi, investigasi, perbandingan dan kontradiksi, ilmu pengetahuan, sosial, atau musik.
“Ini juga dapat diciptakan sebagai produk seni dokumenter kreatif seperti animasi, stop motion, experimental, docudrama, mockumentary, dokumenter vs fiksi sama dengan bias tanpa batas (dengan tujuan komersial dan kreatif),” terangnya.
Lanjutnya, film dokumenter memiliki ciri yang khas yakni kesederhanaan dalam menata cerita dan penyusunan kejadian nyata secara faktual. Merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi (otentik), namun memiliki struktur yang didasarkan tema atau argumen dari film maker. Film dokumenter adalah 'creative treatment of reality'.
“Meski demikian, jangan terjebak pada kebebasan kreatifitas dalam film dokumenter. Tetap ada aturan main di sana (rule of the game); bahwa ada kewajiban para filmmaker untuk menampilkan obyektifitas atas realitas obyek yang difilmkan,” kata Hendrik.
Tambahnya, untuk membuat film dokumenter ada beberapa Langkah yang dilalui, pertama ide dasar, premis, sinopsis,outline, treatment, shooting script, editing script.
“Tentunya ini harus dilakukan konsep dan planning pengembangan cerita, penulisan naskah, short list, story board, shooting script (praproduksi), produksi cinematografi, penyutradaraan, kamera dan peralatan, shooting schedule, shooting log, sound recording, footage pendukung (shooting), pascaproduksi logging & shorting, editing script, video & Sound, rough cut, final cut dan editing dan finishing,” pungkas Hendrik. [fzl]