UNIMALNEWS | Lhokseumawe - Saumi Zahara (21) mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Malikussaleh, sudah sepekan mengikuti belajar di rumah. Kampusnya tempat ia belajar saat ini mewajibkan dosen dan mahasiswa untuk belajar dari rumah mengikuti anjuran pemerintah untuk pencegahan penyebaran virus corona (Covid-19).
Saumi lebih memilih untuk mengikuti kegiatan pembelajaran daring (dalam jaringan) bersama dosen-dosennya itu di rumahnya yang terletak di Desa Uteunkot Kecamatan Muara Dua, Lhokseumawe, apalagi jaringan internet paket data yang digunakannya lumayan bagus.
"Untuk paket datanya saya memakai kartu axis, tiga Gigabyte itu bisa bertahan sampai tiga hari, paket data yang digunakan lumayan banyak, dari mencari bahan untuk selesaikan tugas sampai mengikuti kuliah daring," kata Saumi Zahara mahasiswi angkatan 2017.
Lanjutnya, untuk kegiatan kuliah online, satu mata kuliah dia menghabiskan waktu sampai satu jam setengah, karena satu hari hanya dua mata kuliah yang diikutinya sesuai dengan jadwal yang ditentukan di KRS (kartu rencana studi) dan terkadang jadwalnya juga ditentukan oleh dosen.
"Jadwalnya sesuai dengan KRS, dan terkadang dosen hanya memberikan tugas melalui daring," sebut Saumi.
Pada awalnya, tuntutan belajar di rumah itu membuat Saumi kebingungan untuk beradaptasi dengan pembelajaran yang berbasis teknologi, terutama ketika akan menggunakan aplikasi pembelajaran jarak jauh (Elearning).
Untuk bisa beradaptasi dengan Elearning dirinya membutuhkan waktu sampai empat hari, karena belum mengerti cara menggunakan aplikasi Elearning kampus.
"Biasanya kuliah tatap muka, jadi pada awalnya untuk memahami aplikasi itu butuh waktu, sampai empat hari baru bisa mengerti menggunakannya. Terkadang ada kendala jaringan susah login dan kami memilih menggunakan whatsapp," terang saumi.
Menurutnya, perkuliahan secara daring itu kurang menyenangkan, karena satu sisi banyak hal yang kurang paham misalnya, untuk menanyakan sesuatu terlalu sulit karena ruang interaksi yang terbatas.
"Susahnya itu ketika menyusun kata untuk menanyakan hal-hal yang belum kita mengerti, dan apa yang dijelaskan itu tidak seluruhnya terbayangkan di kepala kita, karena bahasa yang dipakai otomatis baku," ungkap Saumi.[tmi]