Dua Antropolog Unimal Jadi Saksi Ahli Pada Sidang KKR Aceh

SHARE:  

Humas Unimal
Teuku Kemal Fasya dan Al Chaidar, antropolog Unimal yang menjadi saksi ahli pada sidang KKR ACeh (16-17/7/2019)

UNIMALNEWS | Lhokseumawe Dua dosen Antropologi FISIP Universitas Malikussaleh,  Al Chaidar dan Teuku Kemal Fasya, menjadi saksi ahli pada kegiatan Rapat Dengar Pendapat (RDK) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh di Lhokseumawe, Selasa-Rabu (16-17/7/2019).

Acara ini merupakan acara kedua yang dilaksanakan oleh KKR Aceh, setelah kegiatan pertama pada tahun lalu di Ajun Mon Mata, Banda Aceh.

Dari pantauan langsung unimalnews  kegiatan yang diadakan di ruang sidang DPRK Aceh Utara tersebut, turut dihadiri oleh wakil ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu dan mantan juru runding dari Pemerintah Indonesia, Laksda (Purn) TNI Soleman B Ponto serta pimpinan muspida di lingkungan Lhokseumawe dan Aceh Utara.

Menurut Teuku Kemal Fasya salah satu saksi ahli dari Unimal, pada hari pertama acara RDK, Rabu (16/7), ada tujuh korban kekerasan yang terjadi pada era pascareformasi 2000 hingga menjelang perdamaian MoU Helsinki, Juni 2005. Aneka kekerasan yang dialami saksi/korban mulai dari kasus kekerasan fisik, penganiayaan, pembunuhan, penghilangan paksa hingga kasus perusakan harta benda.

Pada kegiatan ini, disamping  dua saksi ahli dari Unimal, ada seorang saksi ahli dari Fakultas Hukum Unsyiah, Khairani. Dalam pandangan ketiga saksi ahli tersebut sepakat bahwa kasus kekerasan yang terjadi di masa lalu tidak dapat dibiarkan berlalu. Kasus-kasus tersebut penting diselesaikan demi keberlanjutan perdamaian di Aceh, terang Kemal.

Khairani, yang juga dikenal sebagai aktivis perempuan Aceh, mengungkapkan bahwa pada kasus-kasus kekerasan yang dialami masyarakat sipil pada masa konflik, beban derita yang dialami perempuan semakin berganda. Perempuan, baik sebagai istri atau ibu akan menjadi pihak yang paling menderita ketika suaminya meninggal. "Serta merta ia harus mengambil tanggung jawab keluarga sendirian, ditambah stigma sosial yang dialami sebagai istri korban konflik. Sementara ia masih harus membiayai anak-anaknya agar tidak terpuruk pada penderitaan," ungkap Khairani.

Acara RDK ini mendapat perhatian dari kalangan aktivis pro-demokrasi dan HAM dan mahasiswa, terutama dari Unimal.[tkf]


Kirim Komentar