Oleh: Aragibinafika
Covid-19 telah ditetapkan sebagai pandemik oleh World Health Organization (WHO) pada 11 Maret 2020. Hingga 02 Mei 2020, kasus terkonfirmasi COVID-19 dunia tercatat sebanyak 3.394.963 kasus dan di Republik Indonesia sebanyak 10.843 kasus positif, 8.347 dirawat dan 831 pasien meninggal dunia. Informasi yang terus bergulir dimedia massa baik media cetak maupun media Tv dan sosmed memberikan sedikit banyak efek bagi masyarakat dalam bentuk rasa cemas, takut dan was-was. Rasa cemas, kekhawatiran dan faktor penyebab tekanan yang terus ada di masyarakat dapat menyebabkan konsekuensi jangka panjang selama wabah Covid-19 ini, terutama di tengah masyarakat dan keluarga. Sebagian rasa takut dan reaksi ini muncul dari bahaya yang memang ada, tetapi banyak juga yang muncul dari rumor dan misinformasi (hoaks) sehingga menjadi kegelisahan publik.
Secara umum perasaan tertekan, cemas dan tegang dapat diartikan sebagai stres. Stres bereaksi terhadap bahaya dan ketakutan, ketika kita merasa terancam oleh sesuatu yang membahayakan, otak serta-merta memicu dilepaskannya serangkaian unsur kimia yang membuat tubuh kita memberi tanggapan dengan cepat. Dua dari unsur itu adalah adrenalin dan kortisol, di antara keduanya memiliki berbagai macam efek seperti: jantung memompa darah lebih cepat, otot-otot mendapatkan oksigen lebih banyak, kulit menjadi dingin karena darah lebih banyak mengalir ke otot dan organ-organ tubuh lain.
Stres juga merupakan respon terhadap setiap keadaan yang mengancam kesehatan jasmani dan emosional. Apabila seseorang mengalami stres maka akan meningkatkan resiko terserang penyakit ataupun kekambuhan penyakit. Stres diartikan sebagai suatu kondisi kebutuhan tidak terpenuhi secara adekuat, sehingga menimbulkan adanya ketidakseimbangan. Rasa cemas, takut dan stres saat pandemik seperti ini biasanya lebih sering dialami oleh mereka yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah. Orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah akan menjaga dirinya agar tetap aman, mengingat tubuh mereka rentan terhadap virus dan penyakit.
Kekebalan tubuh yang lemah akan mengganggu sistem imunitas tubuh yang bekerja melawan suatu penyakit, seperti infeksi Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang sedang terjadi saat ini. Secara umum, imunitas merupakan respon tubuh terhadap benda asing baik secara molekuler maupun seluler yang mekanismenya terbagi menjadi innate immunity (alami/nonspesifik) dan adaptive immunity (spesifik). Reaksi ini dikoordinasikan oleh sel-sel dan molekul-molekul terhadap mikroba atau agen-agen lain yang disebut dengan respon imun. Sistem imun nonspesifik maupun spesifik memiliki peran dan kelebihan serta kekurangan masing-masing namun pada dasarnya saling bekerja sama. Sehingga bila dalam kondisi imun yang menurun, pertahanan tubuh juga akan menurun sehingga tubuh mudah terserang penyakit.
Hal yang perlu dicatat adalah sistem imun meningkat pada saat tidur dan istirahat, kemudian melemah oleh karena stres. Untuk menghindari cekaman stres, penting bagi kita untuk menjaga keseimbangan diri, memiliki kemampuan untuk menghadapi tekanan dari stressor dan menahan tekanan tersebut agar tidak bertambah besar. Stres yang tidak dapat dikendalikan akan menyebabkan sistem imun lemah, dengan demikian kita harus menjaga imun tubuh agar tidak mudah terserang penyakit terutama di saat pandemik Covid-19, salah satunya dengan menghindari faktor pencetus stres seperti diterapkannya social distancing dan physical distancing, kekurangan kebutuhan dasar, ancaman infeksi, ketidakmampuan menyesuaikan diri dan kurangnya pengetahuan tentang informasi Covid-19.
Stres terkendali dan imun tubuh tetap stabil adalah hal yang paling penting saat pandemik Covid-19 seperti ini. Apa yang harus kita dilakukan agar dapat mengatasi stres yang membuat imun tubuh melemah sehingga mudah terserang penyakit? jiwa manusia dalam keadaan stres tidak boleh lari dari mengingat Tuhan atau berzikir untuk mendapat ketenangan hati seperti firman Allah Swt
Terapi untuk mengatasi stres dengan pendekatan agama yaitu dengan Al-Qur’an. Frekuensi gelombang bacaan Al-Qur’an memiliki kemampuan untuk memprogram ulang sel-sel otak, meningkatkan kemampuan serta menyeimbangkannya. Kedua, terapi zikir. Terapi relaksasi zikir ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat stres. Stres yang sering dihadapi manusia dapat diobati dengan shalat, karena shalat mengandung zikir sekiranya dilakukan dengan khusyuk mampu mendamaikan hati. Selain menggunakan zikir, penggunaan intervensi spiritual emotional freedom technique (SEFT) yaitu teknik yang menggabungkan spiritualitas berupa doa, keihlasan, kepasrahan dengan energi psikologi untuk memperbaiki kondisi psikologis seseorang juga bisa untuk mengatasi stres.
Disisi lain stres juga dapat diatasi dengan telekomunikasi dan aktif berkegiatan seperti: fokus dalam menyelesaikan pekerjaan dan juga pada pekerjaan berikutnya, membantu orang lain yang mengalami kesulitan karena sekecil apapun bentuk bantuan kita kepada orang-orang sekitar pasti akan bermanfaat dan mempersiapkan diri serta keluarga menghadapi krisis kesehatan. Ayo cegah dan atasi stres penyebab imunitas lemah saat pandemik Covid-19 yang memudahkan kita terserang penyakit. Peduli edukasi di era pandemik, hindari stres, tingkatkan daya tahan tubuh dan lindungi keluarga dari Covid-19.
Aragibinafika adalah Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh yang sedang melaksanaan KKN di bawah bimbingan Erlangga MSi
Artikel ini telah terbit di Harian Rakyat Aceh Edisi hari Selasa, 5 Mei 2020