Permainan Tradisional sebagai Pengembangan Karakter Anak (Kasus di Desa Sihepeng, Kecamatan Siabu, Mandailing Natal)

SHARE:  

Humas Unimal
Foto Khoirunnisa. Dokumen pribadi.

Oleh: Khoirunnisa

Dewasa ini banyak terjadinya pergeseran nilai yang dialami oleh bangsa-bangsa, khususnya Indonesia yang kaya akan suku dan budaya. Indonesia sendiri adalah negara yang memiliki kekayaan etnis terbesar kedua di dunia. Data BPS 2010 menunjukkan ada 1.340 suku di Indonesia.

Kata budaya yang menjadi kata dasar kebudayaan memiliki tujuh unsur menurut Koentjaraningrat. Di dalam tujuh unsur kebudayaan itu kesenian salah satunya. Salah satu hal yang bisa diklasifikasikan sebagai kesenian adalah permainan tradisional.

Permainan anak kini pudar termakan zaman akibat serba instan.  Lingkungan bermain anak sangat mempengaruhi pribadinya. “Pada dasarnya lingkungan adalah sarana yang paling tepat untuk tempat bermain bagi anak-anak, karena melalui hal itu mereka bisa mengalami perkembangan dalam segala aspek kehidupan” (Sudono, 1995).

Dalam bermain umumnya anak ikut terlibat langsung dalam suatu permainan. Misbach (2006) menyimpulkan bahwa permainan adalah situasi bermain yang terkait dengan beberapa aturan atau tujuan tertentu, yang menghasilkan kegiatan dalam bentuk tindakan bertujuan. Dapat dipahami bahwa dalam bermaian terdapat aktivitas yang diikat dengan aturan untuk mencapai tujuan tertentu.

Kemahsyuran teknologi mengubah aktivitas bermain anak. Terlihat dari rating game online semakin menanjak, termasuk di masyarakat Desa Sihepeng yang masih melestarikan adat tetapi untuk beberapa aspek sudah luntur termasuk permainan tradisional. Permainan game online ini seolah bak candu bagi anak-anak, bukan sekedar menjadi hiburan tetapi kebutuhan.

Pada kenyataannya permainan modern tidak selalu memberikan dampak positif bagi anak. Beredar di banyak media tentang dampak negatif dari permainan digital pada anak seperti games online. Dampak kecanduan berupa adanya perubahan pada prestasi belajar, anak lebih berperilaku agresif, berperilaku ganda yang berujung pada kematian dan bahkan anak terjerumus kepada tindakan kriminal seperti pencurian, kekerasan sampai pemerkosaan.

Permainan modern ini mengajarkan untuk bersifat individualis dengan begitu akan membuat mereka menjadi pribadi yang tertutup karena tidak mengajarkan  kerja sama. Permainan digital seperti video games dan games online, lebih banyak dimainkan secara statis, anak bermain dalam keadaan pasif (Misbach, 2006). 

Selain itu perminanan digital biasanya di mall diberi fasilitas pendingin udara yang berada di pusat kota. Sementara permainan tradisional saat ini hanya dimainkan pinggiran kota atau di desa sehingga terkadang kesan kampungan atau ketinggalan zaman. Faktor lain yang menjadi sebab hilang pudarnya permainan tradisional adalah tidak ada pewarisan baik vertikal ataupun horizontal, dari orangtua, guru ataupun lingkungan yang dianggap kurang menarik dan perlu untuk diwarisi.

Pada dasarnya, permainan tradisional juga tidak hanya bertujuan hanya untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai alat untuk memelihara hubungan  dan kenyamanan sosial. Dengan demikian bermain menjadi suatu kebutuhan bagi anak. Bermain bagi anak mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari termasuk dalam permainan tradisional (Semiawan, 2002).

Permainan tradisional memiliki manfaat positif yaitu membangun karakter anak yang lebih baik dan mampu membentuk kognitif serta sistem motorik pada anak sebelum  masuk sekolah sampai memasuki fase usia sekolah. Bukan hanya itu saja, dalam permainan tradisional diajarkan sesuai aturan budaya dimana permainan tersebut dimainkan ataupun sesuai permainanya. Permainan tradisional bukan hanya sekedar permainanan akan tetapi terdapat unsur budaya yang melekat di dalamnya yang seharusnya perlu dilestarikan. Permainan ini memberikan pengaruh baik bagi kondisi kejiwaan, sifat dan kehidupan sosial sianak dikemudian hari.

Permainan tradisional anak-anak dapat dianggap sebagai aset budaya bagi suatu masyarakat  untuk mempertahankan keberadaannya dan identitasnya di tengah kumpulan masyarakat yang lain. Permainan tradisional dapat mengembangkan   kerja sama, membantu anak  menyesuaikan diri, saling berinteraksi secara positif, dapat mengkondisikan anak  dalam  mengontrol diri, mengembangkan sikap  empati terhadap teman, menaati aturan, serta menghargai  orang lain. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa permainan  tradisional dapat memberikan dampak yang sangat baik dalam membantu mengembangkan keterampilan emosi dan sosial anak.

Contoh permainan tradisional seperti bekel, engkele, petak umpet, dakon, benteng-bentengan. Permainan tradisional tersebut dimainkan secara berkelompok atau bersama-sama sehingga mampu membentuk anak-anak jauh lebih aktif dalam kehidupan sosialnya mendatang. Sedangkan permainan modern yang kebanyakan permainananya dilakukan individu.

Ada beberapa permainan tradisional yang mengandung nilai filosofis, contohnya pada permainan congkalak, guling batu, kinjing, kaki bajang, yeye, gasing, lompat tiung, lulu cina buta bisa meningkatkan kecerdasan, karena dalam bermain apabila ingin menang harus memiliki ketangkasan. Dengan bermain anak-anak dapat melatih ketangkasannya sehingga bisa meningkatkan kecerdasan.

Dari permasalahan di atas, ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar warisan budaya yang kita miliki tetap terjaga. Pertama, peran dari orangtua harus memperkenalkan permainan tradisional. Sebab orang tua memiliki peran sebagai pelindung, pendidik, dan penanggng jawab terhadapa anak. Sebagai orang tua harus memberikan kasih sayang dan pengetahuan kepada mereka agar kedepan anak mampu bersikap lebih baik dimasa depan.

Kedua, adanya peran dari guru dan institut pendidikan, dimana berfungsi sebagai pengajar dan pendidik.  Disekolah guru juga harus memberikan pengetahuan tentang permianan tradisional dengan memberikan waktu khusus kepada anak-anak agar mereka mempraktekkannya. Ketiga, pemerintah dapat mengontrol operasi warnet dan tempat bermain agar tidak menjerumuskan anak dalam bahaya yang secara tidak langsung berpengaruh pada pembentukan karakter. 

Dengan begitu eksistensi permainan tradisional terjaga dari perubahan dari arus modernitas yang begitu maju. Permainan tradisional harus dijadikan kembali pada tempatnya agar semua pihak dapat mengenalkan dan memainkan tradisional bersama anak kalau perlu ada upaya untuk memodernkan permainan anak tradisional.

 

Khoirunnisa, mahasiswa Antropologi FISIP Unimal. Peserta KKN PKP dengan dosen pembimbing lapangan (DPL) Deassy Siska, MSc.


Berita Lainnya

Kirim Komentar