Pohon Kelapa dalam Kebudayaan Masyarakat Bireuen

SHARE:  

Humas Unimal
Foto diri Faizul Aulia. Foto : Ist

Faizul Aulia

Kebudayaan merupakaan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusia melalui proses  belajar. Manusia disaat hidup berkelompok, secara sadar ataupun tidak sadar dapat menghasilkan kebudayaan yang menjadi domain disuatu wilayah.

Kebudayaan ini sebagai identitas yang diadopsi secara bersama untuk menggambarkan kepada orang lain, bahwa kebudayaan yang dihasilkan itu hanya ada pada wilayah tersebut. Kebudayaan sendiri terjalin dengan baik saat adanya interaksi pengetahuan, tindakan, hasil karya yang secara bersama dijalankan sehingga manusia yang hidup berkelompok itu  dapat menghasilkan suatu bentuk kebudayaan yang utuh. 

Di masa sekarang ini, pengetahuan yang semakin tinggi dengan masuknya industrialisasi mengubah pola kebudayaan tradisional ke kebudayaan baru, yang menjadikan nilai kebudayaan tradisional secara perlahan akan hilang diganti dengan kebudayaan yang baru sehingga seiring perkembangan waktu kebudayaan dapat berubah sendirinya dan dapat mengubah nilai tatanan kearifan lokal, mulai dari perubahan perilaku, sikap, dan aspek lainnya.

Melalui tulisan ini, saya bermaksud menceritakan kebudayaan tradisional yang dihasilkan dari sebuah pohon kelapa sehingga disetiap nama yang terbentuk pada bagian – bagian pohon kelapa tersebut memberikan pengetahuan kebudayaan yang dijalankan sejak dulu oleh masyarakat Aceh, khususnya pengalaman saya pribadi di lingkungan tempat tinggal.

Bireuen merupakan salah satu wilayah pertanian dan perkebunan terluas di Aceh. Persawahan dan perkebunan idealnya kerap dijadikan oleh masyarakat sebagai tempat untuk mencari rezeki sehingga aktifitas masyarakat tidak jauh dari pertanian. Banyak jenis tumbuhan yang ditanam sehingga menghasilkan pendapatan bagi masyarakat, seperti kelapa, kakao, pinang, sawit, karet dan lain sebagainya.

Salah satu hal yang menarik untuk dikaji adalah mengenai pohon kelapa yang terdapat di setiap gampong, seperti di gampong asal penulis sendiri yang berada di Gampong Pante Gajah, Kecamatan Peusangan yang pohon kelapanya masih banyak ditemukan di disekitaran rumah warga.

Hal ini sangat baik untuk di bahas disebabkan pengetahuan masyarakat dimasa lalu tentang nilai mengenai pohon kelapa.

Pohon Kelapa atau dalam bahasa Aceh disebut dengan “Bak U” adalah sebuah pohon yang hampir semua bagiannya dapat dipergunakan oleh masyarakat. Mulai dari pucuk kelapa sampai dengan batang, masyarakat dapat mempergunakannya untuk bahan produksi suatu barang dan bahan-bahan rumah tangga lainnya. Kebudayaan yang dihasilkan oleh masyarakat mengenai pohon kelapa ini dapat memberikan tatanan nilai kearifan lokal yang dulunya begitu eksis.

 

Pohon Kelapa dan pemanfaatan

Dalam hal ini, pewarisan pengetahuan sebenarnya hal yang sangat baik dilakukan untuk mempertahankan suatu budaya yang dulunya sering di praktekkan oleh orang tua. Pohon kelapa menjadi bagian tercakup dalam kegiatan masyarakat sehari – hari saat melakukan kegiatan memasak, pembakaran kayu bakar, dan pengasapan. Mulai dari nama, sistem praktek kegiatannya, pola kegiatan secara bersama, memberi kekhasan yang signifikan tentang kebudayaan pada suatu daerah. Berikut beberapa kegiatan dari hasil produksi masyarakat Aceh yang bahannya berasal dari pohon kelapa, di antaranya:

Boh leuping, merupakan buah kelapa yang sudah jatuh dan dimakan/dilobangi oleh tupai. Biasanya boh leuping ini dijadikan untuk orangan-orangan sawah, sehingga diberi sebutan “hantu boh leuping”. Kadang juga ini dijadikan sebagai sumbu pembakaran pada kegiatan pengasapan ikan atau di kandang hewan.

Beubeu, daun kelapa yang sudah jatuh dan sudah kering. Biasanya daun ini untuk sumbu pembakaran bagi masyarakat guna menghidupkan kayu bakar untuk memasak ataupun bakar sampah. Beubeu ini saat digulung disebut juga dengan suwa, dan dijadikan sebagai alat penerangan saat ingin menuju disuatu tempat.

Sinudang, kelopak buah kelapa yang sudah jatuh. Biasanya di saat sudah kering, kelopak ini dijadikan sebagai bahan bakar untuk memasak, dan juga pernah dijadikan sebagai sendok untuk mengambil nasi.

Geuleupak, buah kelapa yang sudah dibelah dua dan diambil dagingnya, tersisa batok kelapa dan kulit kelapa yang masih menempel. Biasanya ini sebagai bahan bakar sumbu api dan untuk pengasapan ikan. Saat pembakaran, asap yang dihasilkan sangat tebal dan dapat dipergunakan untuk mengusir nyamuk.

Tapeh, bagian dari buah kelapa, dalam bahasa indonesia disebut serabut kelapa. Biasanya ini juga digunakan sebagai pengasapan ikan dan juga digunakan untuk sebagai sikat gigi secara tradisional.

Tukok, pelepah kelapa. Biasanya digunakan sebagai bahan kayu bakar untuk menyalakan api dan juga sebagai bahan untuk alat mengulek nasi saat ada acara pesta.

Boh pong,  buah kelapa yang kecil yang belum berair, yang sudah jatuh ke tanah dan sudah mengering. Biasanya digunakan untuk bahan pembakaran kueh tradisional Aceh yaitu Kue Suupet.

Aweuk bruk, olahan yang dimanfaatkan sebagai pengambilan makanan/kuah. Pembuatannya adalah batok kelapa yang sudah dibelah lalu di lubangi dan di gabungkan kayu berukuran panjang 30 cm untuk pegangannya.

Bleut, kerajinan berbahan baku daun kelapa yang dianyam membentuk persegi panjang. Biasanya digunakan untuk duduk (menggantikan tikar) dan ada juga dipakai untuk penjemuran belimbing uluh dan ikan asin.

Pliek, olahan yang bersumber dari daging kelapa yang sudah dihaluskan dan dijemur. Olahan ini adalah bahan utama untuk kelengkapan kuah pliek masakan tradisional Aceh yang berbahan utama sayur dan juga dicampur udang atau cue (keong hitam panjang) yang terdapat di tambak atau muara.

Minyeuk simplah, disebut dengan minyak kelapa. Pembuatan minyak ini dihasilkan dari pemerasan kepala yang telah beragi. Minyak ini dimanfaatkan oleh orang tua dulu untuk menggoreng ikan. Sebelumnya, minyak dimasak terlebih dahulu sampai agak mengental.

Dalam tulisan artikel ini, penulis berharap para generasi muda Aceh masih ingin mempelajari kebudayaan yang ada di Aceh, khususnya kebudayaan ibu atau kebudayaan yang diwariskan oleh orang tua. Ini menjadi ketahanan jiwa bangsa Aceh untuk lebih yakin akan kekayaan kebudayaan yang pernah eksis dimasa dulu. Kebudayaan perlu dipertahanan sehingga dapat berkembang dan menjadi nilai yang unggul bagi masyarakat Aceh.

Faizul Aulia, Mahasiswa Antropologi FISIP Unimal. Sedang mengikuti KKN PKP yang dibimbing oleh Henny Irawati SAg, MSi.


Kirim Komentar