Kurikulum Kampus Merdeka untuk Mengarungi Badai Samudra

SHARE:  

Humas Unimal
Universitas Malikussaleh menggelar lokakarya Merdeka Belajar Kampus Merdeka di Kampus Bukit Indah, Lhokseumawe, Selasa (14/7/2020), dengan menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai kalangan. Foto: Bustami Ibrahim.

BERBAGAI pemangku kepentingan di Lhokseumawe dan Aceh Utara memberikan saran dan rekomendasi terhadap penyusunan kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka dalam lokakarya secara daring yang digelar Universitas Malikussaleh di Kampus Bukit Indah, Lhokseumawe, Selasa (14/7/2020). Rekomendasi tersebut datang dari Pemerintah Kota Lhokseumawe dan Pemkab Aceh Utara serta PT Pupuk Iskandar Muda dan PT Perta Arun Gas.

Manajer Operasional PT Perta Arun Gas, Dedi Mariadi M MT, menyebutkan sejauh ini pihaknya sudah bekerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi di Aceh seperti Politeknik Negeri Lhokseumawe, Universitas Malikussaleh, dan Universitas Syiah Kuala. Kerja sama tersebut sudah berlangsung sebelum kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka diwacanakan.

Ia mengungkapkan, sudah banyak mahasiswa dari ketiga perguruan tinggi tersebut yang menjalani praktek dan magang di PT Perta Arun Gas. Sejauh ini, ia melihat ada beberapa kekurangan mahasiswa dari Aceh yang perlu diperbaiki. Kelemahan itu antara lain mahasiswa perlu memperbaiki attitude (sikap), kecakapan komunikasi, menumbuhkan sikap proaktif, serta harus lebih cepat menyesuaikan diri.

“Saya lihat di lapangan, mahasiswa sangat lamban beradaptasi dengan suasana kerja. Etika berbahasa juga masih sangat rendah, termasuk ketika bertemu dengan karyawan lebih senior.  Ketika mengajar, saya sering minta mahasiswa maju ke depan untuk memaparkan kelebihan dan kekurangan dirinya. Tapi itu tidak bisa berjalan dengan lancar, seringkali mereka tidak tahu apa yang harus disampaikan,” papar Dedi menyebutkan salah satu contoh.

Ia juga melihat mahasiswa dari Aceh masih malu-malu dalam mengajukan pertanyaan. “Mungkin karena kepercayaan diri yang kurang. Tingkat kepercayaan diri harus ditingkatkan, apalagi jika magang di perusahaan yang berstandar internasional,” tambah Dedi dalam lokakarya yang diikuti  para dekan, ketua program studi, dan sekretaris prodi di lingkungan Universitas Malikussaleh.

Pada bagian lain, Dedi menyampaikan ada 12 rencana strategis PT PAG dalam menjalankan bisnis sesuai perkembangan zaman. Ke-12 rencana strategis tersebut bisa dimanfaatkan lembaga pendidikan untuk meningkatkan potensi SDM. Ia melihat mahasiswa sekarang memiliki kesempatan luas mencari pengalaman dan membangun karakter melalui program magang di perusahaan.

Pada bagian lain, Dedi menyarankan Unimal agar lebih banyak membuat MoU dengan dunia industri, tidak sebatas dengan perusahaan di sekitar lingkungan seperti PT PAG dan PT PIM karena daya tampung mahasiswa terbatas.  Selain itu, perlu membangun jaringan ikatan alumni  Unimal yang sudah bekerja di sektor industri,  meningkatkan frekuensi kunjungan dosen tamu dari kalangan profesional dan praktisi.

Kemudian kampus juga harus memonitor kegiatan magang secara berkala agar bisa memastikan sejauh mana dampaknya terhadap mahasiswa. “Kampus juga harus melibatkan mahasiswa dalam kegiatan penelitian,” tandas Dedi yang memandang perusahaan juga diuntungkan dari kegiatan magang mahasiswa.

Sementara itu, Direktur SDM dan Umum PT PIM, Ir Usni Safrizal MM, menilai link and match antara dunia pendidikan sering tidak bertemu. Menurutnya, masih ada jurang yang dalam antara dunia pendidikan dan industri sehingga ketika ada penerimaan karyawan,  karyawan baru hanya menguasai teori.

“Masih ada gap antara kompetensi lulusan dengan kompetensi yang dibutuhkan,” papar Usni dalam lokakarya yang dipandu Dr Nirzalin, Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Revolusi industri 4.0 dan society 5.0, lanjut Usni, menuntut perguruan tinggi harus menyesuaikan diri. Ia menyontohkan industri pupuk yang tidak menyesuaikan diri akan kolaps, sehingga PT PIM saat ini sedang mempersiapkan industri pupuk NPK berkapasitas 500 ribu ton per tahun.

PT PIM, lanjut Usni, sudah melakukan konsep kurikulum Kampus Merdeka antara lain dengan melalui Program Magang Mahasiswa Bersertifikat (PMMB).  “PMMB memberikan kesempatan kepada mahasiswa menyalurkan potensi di BUMN, mengimplementasikan ilmu yang didapat di bangku kuliah, sehingga siap bekerja setelah lulus. Ini sudah jalan selama dua tahun,” jelas Usni.

Pihaknya juga mendukung konsep kurikulum Kampus Merdeka melalui program riset dengan mengangkat potensi daerah. Usni menyontohkan kopi Aceh yang terkenal bisa ditingkatkan hasil produksinya seperti di Vietnam dengan memilih pupuk yang sesuai.  “Kita bandingkan dengan Vietnam, areal kopinya lebih kecil dari kita, tetapi hasil produksi lebih tinggi. Tapi risetnya tidak terbatas pada kopi, masih banyak komoditi lain,” papar Usni yang menyarankan mahasiswa dididik jiwa kewirausahaan.

Pada bagian lain, Usni mengkritisi kualitas tenaga kerja kurang memiliki kemampuan manajerial dan tingkat pendidikan yang rendah. Selain itu, masih banyak yang memiliki etos kerja rendah. “Kalau masih bisa merokok dan ngopi, maka mereka merokok dan ngopi dulu baru bekerja. Pekerja kita sangat lamban dalam menyesuaikan diri,” kritik Usni.

Selain dari kalangan industri, masukan juga datang dari Pemkot Lhokseumawe dan Pemkab Aceh Utara. Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Lhokseumawe, Dr Ir Tgk H Anwar, serta Asisten III Pemkab Aceh Utara Drs Adamy MPd sama-sama menyatakan dukungan dan siap memperkuat kerja sama dengan Universitas Malikussaleh dalam mewujudkan kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka.

Dewi Wulandari dan Dr Alim Setiawan Slamet dari Tim Penyusun Kebijakan Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka, menjelaskan konsep Kampus Merdeka yang sebagian sudah dilaksanakan Universitas Malikussaleh sejak lama, tetapi kini dengan konsep yang lebih detail dan disetarakan dalam skala SKS tertentu. Dalam kesempatan itu, Alim Setiawan yang juga dosen di Institut Pertanian Bogor memaparkan pengalaman di IPB dalam penyusunan kurikulum dimaksud.

Mengutip pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, Alim Setiawan menyebutkan selama ini mahasiswa di Indonesia hanya diajarkan berenang di kolam renang dengan satu gaya dan standar yang terukur seperti kedalaman dan temperatur air. Ketika selesai kuliah, mereka akan menghadapi samudra luas dengan gelombang besar dan ikan hius yang ganas. “Intinya, bagaimana kampus menyiapkan mahasiswa menghadapi badai di tengah samudra,” ujar Alim.

Saat membuka lokakarya, Rektor Universitas Malikussaleh, Dr Herman Fithra Asean Eng, memberikan tiga clue (petunjuk) dalam penyusunan kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Ketiganya adalah kurikulum yang sesuai perkembangan zaman, relevan dengan potensi daerah, serta menyiapkan lulusan yang siap dalam persaingan global.

Pembantu Rektor I Bidang Akademik, Jullimursyida PhD, mengingatkan para ketua program studi untuk segera menggelar lokakarya di tingkat prodi masing-masing yang lebih teknis dengan mempedomani materi yang disampaikan para narasumber agar semester ganjil ini bisa menerapkan kurikulum dimaksud. Sejumlah prodi, seperti Akuntansi di Fakultas Ekonomis dan Bisnis, sudah menggelar lokakarya kurikulum Kampus Merdeka, beberapa waktu lalu. [Ayi Jufridar]

Baca juga: Ini "Clue" Rektor Tentang Kurikulum Kampus Merdeka

 


Berita Lainnya

Kirim Komentar