Mengolah Batang Pisang Menjadi Keripik Renyah

SHARE:  

Humas Unimal
Mahasiswi Prodi Administrasi Bisnis Universitas Malikussaleh, Dwi Aini Faradifa (21), mengolah batang pisang menjadi keripik dan menjadi sumber ekonomi baru. Foto: Ist.

SUMBER daya terbatas, kreativitas tanpa batas. Prinsip itu sepertinya dipegang teguh mahasiswa Universitas Malikussaleh yang mengikuti mata kuliah Kreativitas dan Inovasi. Adalah Dwi Aini Faradifa (21), mahasiswi Prodi Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang menganut prinsip itu sehingga mampu mengolah pelepah pisang menjadi keripik yang gurih.

Dwi mengakui, gagasan mengolah pelepah pisang menjadi keripik “krispi” berawal dari tugas mata kuliah Kreativitas dan Inovasi yang diampu dosen Maisyura MSM. Ketika mendapat tugas kuliah, mulanya Dwi bingung melakukan inovasi di bidang apa.

Dia melihat di Kecamatan Sawang, Aceh Utara, termasuk di tempat tinggalnya di Keude Sawang, banyak pohon pisang. Masyarakat hanya mengonsumsi buahnya saja untuk berbagai kebutuhan, seperti membuat keripik atau bahkan sayuran. “Tapi pohonnya dibuang begitu saja,” ungkap Dwi Aini Faradifa, Rabu (7/7/2021).

Mahasiswi asal Keude Sawang itu mengakui, ide mengolah pohon pisang menjadi keripik tidak murni lahir dari pikirannya. Ia menyaksikan tayangan video sebuah platform media sosial. Warga di Gunungkidul, Jawa Tengah, mengolah pohon pisang menjadi keripik.

Mulailah Dwi bereksperimen mengolah batang pisang menjadi keripik setelah berkonsultasi dengan dosen. Dukungan dari dosen pengampu menambah semangat Dwi sehingga akhirnya lahirnya produk yang diberi nama “Banana Leaf Taro”.

Nama “Taro” ditabalkan karena keripik itu ketika sudah siap dikonsumsi bentuknya serupa camilan Taro yang memiliki serat berbentuk kotak-kota sesuai tekstur batang pohon pisang. “Tekstur pohon kelapa justru membuat keripik jadi lebih khas,” ungkap Dwi.

Untuk membuat “Banana Leaf Taro”, Dwi membutuhkan pohon pisang yang masih segar. Pohon pisang tersebut diambil bagian dalamnya dan dicuci bersih-bersih dengan air mengalih. Kemudian diiris tipis-tipis sesuai bentuk yang diinginkan, setelah itu direndam dengan air selama satu atau dua malam. “Kemudian dicuci kembali sampai getahnya benar-benar hilang,” jelas Dwi.

Setelah kering, pohon pisang yang sudah diiris tipis itu dicampur dengan tepung dan siap untuk digoreng. Bisa juga dicampur dengan berbagai rasa, seperti pedas dan asin.

“Untuk saat ini, saya hanya memproduksi keripik batang pisang dengan rasa balado. Tapi ke depan terbuka memproduksi berbagai rasa sesuai permintaan pasar,” tambah Dwi lagi.

Kini “Banana Leaf Taro” dipasarkan di sejumlah warung di Aceh Utara dan dijual secara online. Dwi berharap ada pihak yang memberikannya pelatihan yang bisa menghasilkan keripik pohon pisang lebih bermutu dan lebih banyak untuk menjangkau pasar yang lebih luas. “Untuk sekarang, modal masih menjadi kendala utama. Kalau bahan baku, di Sawang melimpah,” ungkap Dwi.

Ia mengaku tidak langsung berhasil menghasilkan keripik pohon pisang. Menurutnya, keripik batang pisang itu baru berhasil sesuai harapan pada percobaan ketiga.  Dengan mengikuti pelatihan, Dwi bisa menghasilkan keripik pohon pisang dengan lebih renyah.

Hasil penjualan “Banana Leaf Taro” bisa membantu menambah uang jajan bagi Dwi Aini Faradifa. Ia menjual keripik tersebut Rp3.000 dalam satu kemasan plastik berukuran 9 x 15 cm.

Dosen pengampu mata kuliah Kreativitas dan Inovasi, Maisyura, mengapresiasi kreativitas dan kegigihan mahasiswinya dalam menghasilkan makanan ringan yang dibeli masyarakat. “Sumber daya dan modal terbatas bukan hambatan, yang penting mulai saja dulu,” ujar Maisyura memberi motivasi. [Ayi Jufridar]

Baca juga: Gagal Menjadi Peternak, Kini Merajut Mimpi Bersama Petro Pomade

 


Berita Lainnya

Kirim Komentar